1.
Tahapan
Suluk Dalam Tasawuf
Pertanyaan:
Dari sebuah buku, misalnya karya Ust.
Hartono Jais sering dijumpai klaim dan tuduhan bahwa tata cara dalam Tariqah
maupun Tasawuf telah menyimpang dari ajaran Islam. Benarkah tuduhan tersebut?
Jawaban:
Dalam ilmu Tasawwuf ada istilah
‘al-Maqamat’ atau tahapan/tingkatan yang akan dilalui oleh seseorang untuk
mencapai ‘makrifat’ atau mengenal Allah. Perjalanan panjang menuju tujuan
tersebut disebut dengan ‘suluk’.
Maqamat tersebut menurut al-Ghazali adalah:
Taubat → Sabar → Fakir → Zuhud (tidak cinta dunia secara berlebihan) → Tawakkal
→ Mahabbah (cinta) → Makrifat → Ridla.
Sedangkan menurut ath-Thusi adalah:
Taubat → Wara’ (menjauhi syubhat dab haram) → Zuhud → Fakir → Sabar → Ridla →
Tawakkal → Makrifat.
Jenjang Tasawuf menurut al-Kalabadzi
adalah: Taubat → Zuhud → Sabar
→ Fakir →
Tawadlu’ → Takwa
→ Tawakkal → Ridla → Mahabbah (cinta) →
Makrifat.
Dan dalam metode Syaikh al-Qusyairi
adalah: Taubat → Wara’ → Zuhud →
Tawakkal → Ridla.
Suluk tersebut didasarkan pada sabda
Rasulullah Saw:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ g إِنَّ اللهَ قَالَ
مَنْ عَادَى لِى وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ
عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ
عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا
أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ
بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا، وَإِنْ
سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ (رواه
البخارى 6502)
“Sesungguhnya Allah berfirman (Hadis Qudsi): Barangsiapa
yang memusuhi seorang wali maka Aku mengizinkan ber-perang. Tidak ada yang
seorang hamba yang mendekatkan diri kepadaKu yang lebih Aku cintai daripada
hal-hal yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hambaku tiada berhenti
mendekatkan diri kepadaKu dengan ibadah sunah hingga Aku mencintainya. Jika Aku
mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya, penglihatannya, tangan yang
dipukulnya, langkah kakinya. dan jika ia meminta maka sunggu Aku kabulkan, dan
jika ia berlindung kepadaKu, niscaya Aku lindungi” (HR al-Bukhari)
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:
قَالَ الطُّوفِيُّ: هَذَا الْحَدِيثُ أَصْلٌ فِي السُّلُوكِ إِلَى اللهِ وَالْوُصُول
إِلَى مَعْرِفَتِهِ وَمَحَبَّتِهِ وَطَرِيقِهِ، إِذْ الْمُفْتَرَضَاتُ
الْبَاطِنَةُ وَهِيَ الْإِيمَان وَالظَّاهِرَة وَهِيَ الْإِسْلَامُ وَالْمُرَكَّبُ
مِنْهُمَا وَهُوَ الْإِحْسَانُ فِيهِمَا كَمَا تَضَمَّنَهُ حَدِيثُ جِبْرِيلَ،
وَالْإِحْسَانُ يَتَضَمَّنُ مَقَامَاتِ السَّالِكِينَ مِنْ الزُّهْدِ
وَالْإِخْلَاصِ وَالْمُرَاقَبَةِ وَغَيْرِهَا، وَفِي الْحَدِيثِ أَيْضًا أَنَّ
مَنْ أَتَى بِمَا وَجَبَ عَلَيْهِ وَتَقَرَّبَ بِالنَّوَافِلِ لَمْ يُرَدَّ
دُعَاؤُهُ لِوُجُوْدِ هَذَا الْوَعْدِ الصَّادِقِ الْمُؤَكَّدِ بِالْقَسَمِ (فتح الباري لابن حجر - ج 18 / ص 342)
“Ath-Thufi
berkata: Hadis ini adalah dalil dasar dalam melakukan suluk (tahapan/jenjang)
menuju Allah dan sampai pada makrifat (mengenal) Allah dan mencintainya. Sebab
kewajiban-kewajiban batin seperti iman, dan kewajiban-kewajiban fisik yaitu
Islam, dan yang tersusun dari keduanya, yaitu Ihsan sebagaimana dalam hadis
yang disampaikan dalam kisah Malaikat Jibril. Sementara Ihsan mengandung
tahapan-tahapan yang dilalui oleh pelaksana, seperti zuhud, ikhlas, diawasi
oleh Allah dan lainnya. Dalam hadis ini juga dijelaskan bahwa orang yang
melakukan ibadah wajib dan mendekatkan diri dengan ibadah sunah donya tidak
akan ditolak, sebab telah ada janji yang dikuatkan dengan sumpah” (Fathul
Bari 18/342)
Sedangkan subtansi ajaran dalam Tasawuf
adalah membersihkan hati dari akhlak yang buruk dan menghiasinya dengan
sifat-sifat terpuji. Hal ini berdasarkan firman Allah:
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا
(7) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ
خَابَ مَنْ دَسَّاهَا [الشمس/7-10]
“Dan
jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa
itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (Asy-Syams
7-10)