hancurnya suatu negeri dikarenakan banyaknya orang-orang mutrafin
siapakah orang-orang mutrafin itu?
Dr.Muhammad sulaiman al asqori menjelaskan,orang mutrafin adalah
1.para pemimpin yang dzalim
pemimpin dalam sebuah pemerintahan laksana mesin dalam kendaran,jika mesin rusak maka kendaraan gak akan berjalan,begitu juga sebuah negara,jika dipimpin orang2 dzalim maka pemerintahaan gak akan berjalan
2.Orang kaya yang bergelimang maksiat,enggan membayar zakat,harta riba selalu disikat
oleh karena itu dalam mengisi pembangunan bangsa ini,kita gak hanya dituntut untuk mencetak orang2 benar,tapi kita juga dituntut untuk mencetak orang2 yang benar,insan2 beriman dan berakhlak mulia
Rabu, 26 November 2014
Kisah Luqmanul hakim
Ibnu Katsir mengatakan bahwa Luqmanul Hakim—yang ada didalam Al
Qur’an—bernama Luqman bin ‘Unqa bin Sidran. Ada juga yang mengatakan bahwa dia
adalah Luqman bin Tsaran sebagaimana dikisahkan oleh as Suhailiy dari Jarir dan
al Qutaibiy. As Suhailiy juga mengatakan bahwa Luqman adalah orang Nubiyan dari
penduduk Ailah.
Menurut Ibnu Katsir juga bahwa Luqman adalah seorang lelaki
shaleh, ahli ibadah, pengetahuan dan hikmah yang luas. Ada yang mengatakan
bahwa dia adalah seorang hakim pada zaman Daud as. Wallahu A’lam.
Sofyan Ats Tsauriy dari al Asy’ats dari Ikrimah dari Ibnu Abbas
berkata,”Luqman adalah seorang budak Habasyah yang juga berprofesi sebagai
tukang kayu.” (al Bidayah wa an Nihayah juz II hal 146)
Jumhur ulama berpendapat bahwa Luqmanul Hakim bukanlah seorang
Nabi sebagaimana ditunjukkan oleh berbagai atsar yang dikutip oleh Ibnu Katsir
didalam kitab tafsirnya.
Sofyan ats Tsauriy mengatakan dari al Asy’ats dari Ikrimah dari
Ibnu Abbas berkata bahwa Luqman adalah seorang budak dari Habasyah yang berprofesi
sebagai tukang kayu.
Qatadah mengatakan dari Abdullah bin az Zubeir : Aku bertanya
kepada Jabir bin Abdullah,”Apa pendapatmu tentang Luqman?’ dia menjawab,”Dia
adalah seorang yang pendek yang berasal dari Naubah.”
Yahya bin Said al Anshariy dari Said bin al Musayyib
berkata,”Luqman seorang hitam dari Mesir yang kuat dan telah diberikan Allah
hikmah namun tidak kenabian.”
Syu’bah berkata dari a Hakim dari Mujahid,”Luqman adalah seorang
hamba yang shaleh namun bukan seorang nabi.”
Al A’masy berkata : Mujahid berkata,”Luqman adalah seorang hamba
yang hitam namun bijak kedua bibirnya dan terbelah kedua kakinya.”
Ibnu Hatim mengatakan bahwa Abu Zur’ah telah bercerita kepada
kami, Shafwan telah bercerita kepada kami, al Walid telah bercerita kepada
kami, Abdurrahman bin Yazid telah bercerita kepada kami dari Jabir
berkata,”Sesungguhnya Allah telah mengangkat Luqmanul Hakim dengan hikmahnya.
Seorang lelaki yang sudah mengenal dirinya sebelumnya pernah melihatnya
(didalam sebuah majlis manusia, pen) bertanya kepadanya,”Bukankah engkau adalah
budak dari Bani Fulan yang menggembalakan kambing kemarin?’ Luqman
menjawab,’Ya.’ Lelaki itu berkata,’Apa yang membawaku menyaksikanmu (hari
ini)?’ Luqman berkata,’Takdir Allah, menunaikan amanah, jujur didalam perkataan
dan meninggalkan apa-apa yang tidak berguna.” (Tafsir al Quran al Azhim juz XII
hal 333 – 335)
Dinamakannya surat Luqman dengan Luqman dikarenakan surat itu
mengandung berbagai wasiat dan nasehat yang disampaikan Luqman kepada anaknya.
Adapun sebab nuzul dari turunnya ayat-ayat yang memuat tentang
wasiat-wasiat Luqman tersebut didalam surat Luqman :
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya,
di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar”. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah
yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah
kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS.
Luqman : 13 – 14)
Maka para mufasir berpendapat bahwa ayat ini turun terhadap
permasalahan Sa’ad bin Abi Waqash. Tatkala dirinya memeluk islam lalu ibunya mengatakan
kepadanya,”Wahai Sa’ad telah sampai informasi kepadaku bahwa engkau telah
condong (kepada agama Muhammad). Demi Allah aku tidak akan berteduh dari
teriknya matahari dan angin yang berhembus, aku tidak akan makan dan minum
hingga engkau mengingkari Muhammad saw dan kembali kepada agamamu sebelumnya.”
Sa’ad adalah anak lelaki yang paling dicintaniya. Namun Sa’ad engan untuk itu.
Dan ibunya menjalani itu semua selama tiga hari dalam keadaan tidak makan,
tidak pula minum serta tidak berteduh sehingga Sa’ad pun mengkhawatirkannya.
Lalu Sa’ad datang menemui Nabi saw dan mengeluhkan hal itu kepadanya maka
turunlah ayat ini yang terdapat didalam surat Luqman dan al Ahqaf.
Juga diriwayatkan oleh Abu Sa’ad bin Abu Bakar al Ghazi berkata
bahwa Muhammad bin Ahmad bin Hamdan telah berkata kepada kami dan berkata bahwa
Abu Ya’la telah memberitahu kami dan berkata bahwa Abu Khutsaimah telah
memberitahu kami dan berkata bahwa al Hasan bin Musa telah memberitahu kami dan
berkata bahwa Zuhair telah memberitahu kami dan berkata bahwa Samak bin Harb
telah memberitahu kami dan berkata bahwa Mus’ab bin Sa’ad bin Abi Waqash dari
ayahnya berkata,”Ayat ini turun tentang diriku.” Lalu dia berkata,”Ibu Sa’ad
telah bersumpah untuk tidak berbicara selama-lamanya sehingga dirinya (Sa’ad)
mengingkari agamanya (islam). Dia tidak makan dan minum. Ibu berada dalam
keadaan seperti itu selama tiga hari sehingga tampak kondisinya menurun. Lalu
turunlah firman Allah وَوَصَّينا الإِنسانَ
بِوَالِدَيهِ حُسنا (Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya). (HR.
Muslim dari Abu Khutsaimah). (Asbab Nuzul al QUr’an hal 123)
Wallahu A’lam
Rabu, 12 November 2014
bhakti anak untuk orang tua yang sudah wafat
Ketika Kedua Orang Tua Sudah Wafat, Masihkah Ada Kewajiban Bagi Kita Untuk
Berbakti Kepadanya ? Mari simak pemaparann berikut ini. Semoga bermanfaat.
MASIH ADAKAH KEWAJIBAN
KITA KEPADANYA ?
Berbakti kepada orang
tua (Birul walidain) adalah sebuah perintah dalam agama yang harus dilakukan oleh
setiap anak. Al-Quran saja memberi porsi banyak dalam ayat-ayatnya terkait
birrul walidain ini, setidaknya ada 4 perintah, yaitu al-Isra: 23-24, Luqman:
14-15, al-'Ankabut: 8 dan al-Ahqaf 15. Sementara dalam hadis-hadis sahih tak
terhitung jumlahnya. Bahkan Rasulullah meletakkan keutamaan birrul walidain ini
setelah ibadah salat (haqqullah), sebagaimana sebuah hadis bahwa ada seorang
sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw "Ayyul a'mali afdlal?"
artinya: "Amal apa yang paling baik?", Rasulullah menjawab:
"As-Shalatu li waqtiha, wa birrul walidaini, wa al-jihadu fi
sabilillah", artinya: "Yaitu salat tepat waktu, berbakti pada orang
tua dan jihad fi sabilillah" (HR Bukhari dan Muslim)
Berbakti kepada orang tua yang masih hidup artinya adalah 'at-tawassu' fil ihsan ilaihima wa waslihima' atau 'berbuat yang terbaik kepada orang tua dan tidak memutus jalinan dengan mereka'. Berbakti kepada orang tua tidak cukup dengan memberi kebahagiaan secara materi saja, secara fisik dan sebagainya. Bahkan al-Quran memerintahkan dalam bertutur kata harus dengan kalimat yang mulia (Qaulan kariman).
Berbakti kepada orang tua yang masih hidup artinya adalah 'at-tawassu' fil ihsan ilaihima wa waslihima' atau 'berbuat yang terbaik kepada orang tua dan tidak memutus jalinan dengan mereka'. Berbakti kepada orang tua tidak cukup dengan memberi kebahagiaan secara materi saja, secara fisik dan sebagainya. Bahkan al-Quran memerintahkan dalam bertutur kata harus dengan kalimat yang mulia (Qaulan kariman).
Namun, banyak diantara
umat Islam yang beranggapan bahwa setelah orang tua meninggal maka terputuslah
hubungan antara anak dan orang tua, dan tidak ada lagi kewajiban bagi seorang anak
untuk berbakti setelah meninggalnya orang tua. Anggapan ini salah dan
bertentangan dengan ajaran dari Rasulullah Saw terkait masalah ini.
Tema diatas kami
kutipkan dari sebuah hadis yang mempertegas kewajiban anak untuk berbakti
kepada orang tua, meski telah meninggal dunia. Yaitu diriwayatkan dari Malik
bin Rabi'ah as-Saidi, ia berkata: "Ketika kami duduk di dekat Rasulullah
Saw, tiba-tiba datang seorang laki-laki dari Bani Salamah, dan dia bertanya
kepada Rasulullah: "Masih adakah kewajiban berbakti kepada orang tua saya
yang sudah wafat?". Rasululah menjawab: "Ya, ada". Berikut
adalah uraiannya:
Pertama, sabda Nabi:
"ash-Shalatu 'alaihima wa al-istighfaru lahuma", artinya:
"Mendokan kedua orang tua dan memintakan ampunan untuk mereka". Dalam
hadis-hadis sahih yang sudah populer disebutkan bahwa salah satu amal yang
tidak pernah terputus adalah 'anak soleh yang mendoakan orang tuanya' (HR
Muslim No 4310).
Banyak diantara umat
Islam yang mendoakan kedua orang tuanya dengan berziarah ke makamnya sekaligus
membaca ayat–ayat al-Quran, bagaimanakan hukumnya? Imam Syafii pernah ditanya
oleh muridnya az-Za'farani tentang membaca al-Quran di kuburan, kemudian Imam
Syafii menjawab: "La ba'sa bihi", artinya: "Tidak apa-apa
(boleh)" (diriwayatkan oleh al-Khallal dalam al-Amr bi al-Ma'ruf Hal. 89).
Ahli hadis Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: "Jika siksa kubur bisa
diringankan dengan benda mati (pelepah pohon sebagaimana dalam hadis Bukhari
dan Muslim), maka dengan bacaan al-Quran yang merupakan dzikir paling mulia dan
dibaca oleh orang soleh, adalah lebih utama untuk mendapatkan berkah dari
bacaan tersebut" (al-Imta' bi al-Arba'in I/85)
Dalam sebuah hadis:
"Diriwayatkan dari Abu Bakar, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw
bersabda: Barangsiapa berziarah ke makam kedua orang tuanya atau salah satunya
setiap Jumat, kemudian membaca Yasin di dekatnya, maka ia akan diampuni sesuai
bilangan ayat atau huruf" (HR Abu al-Syaikh dalam Thabaqat al-Muhadditsin
III/201, al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi dalam tafsir al-Durr al-Mantsur
XII/319, Badruddin al-Aini dalam 'Umdat al-Qari Syarah Sahih al-Bukhari IV/497
dan al-Munawi dalam al-Taisir Syarah al-Jami' al-Shaghir II/814, ia berkata:
Sanadnya dlaif)
Terkait sampainya doa
yang ditujukan kepada orang tua yang telah meninggal, ada sebuah hadis yang
menjelaskannya. Bahwa Rasulullah bersabda: "Innallaha tabaraka wa ta'ala
la yarfa'u li ar-rajuli ad-darajata, fa yaqulu: Ya Robbi, anna li hadzihi? Fa
yaqulu: bi du'a'I waladika laka", artinya: "Sesungguhnya Allah akan mengangkat
derajat seseorang (di surga). Lalu ia bertanya: Ya Allah, dari mana derajat ini
saya peroleh? Allah menjawab: Karena doa anakmu yang dikirimkan kepadamu"
(HR al-Bazzar, al-Hafidz al-Haitsami berkata: Para perawinya sahih, selain
Ashim bin Bahdalah, ia hadisnya hasan)
Kedua, sabda Nabi:
"Wa infadzu 'Uhudihima", artinya: "Melaksanakan janji orang
tua". Selama orang tua masih hidup terkadang memiliki sebuah janji,
wasiat, keinginan tertentu dan sebagainya, maka bagi para putra diharuskan
memenuhi janji tersebut khususnya yang berkaitan dengan wasiat, semisal
berwasiat infak ke masjid, pendidikan Islam dan lainnya.
Ketiga, sabda Nabi: "Wa ikramu shadiqihima", artinya: "Memuliakan teman dekat kedua orang tua". Semasa hidup orang tua biasanya memiliki teman dan sahabat dekat, baik di tempat kerja, jamaah masjid, majlis dzikir dan sebagainya. Maka, sepeninggal orang tua, para putra dianjurkan melanjutkan hubungan dan relasi dengan sahabat-sahabat orang tuanya.
Keempat, sabda Nabi: "Wa shilatu ar-rahimi allati la rahima laka illa min qibalihima", artinya: "Melanjutkan hubungan keluarga kedua orang tua". Kerabat yang dimiliki oleh kedua orang tua harus dilanjutkan jalinan silaturrahmi kepada mereka. Dan hendaknya para orang tua memperkenalkan kerabat-kerabatnya kepada para putranya. Sebab dengan mengenal kerabat dapat mempermudah jalinan silaturrahmi. Sebagaimana Sabda Rasulullah Saw: "I'rifu ansabakum tasilu arhamaku. Fa innahu la qurba li al-rahimi idza quthi'at wa in kanat qaribatan, wa la bu'da laha idza wushilat wa in kanat ba'idatan", artinya: "Kenalilah nasabmu, maka kalian akan bersilaturrahmi. Sebab, tidak ada kerabat yang dekat bila tak ada jalinan walaupun lokasinya dekat. Dan tidak ada kerabat yang jauh jika dijalin dengan silaturrahim walaupun lokasinya jauh" (HR al-Hakim dari Ibnu Abbas dengan No 301 sanad Sahih)
Ketiga, sabda Nabi: "Wa ikramu shadiqihima", artinya: "Memuliakan teman dekat kedua orang tua". Semasa hidup orang tua biasanya memiliki teman dan sahabat dekat, baik di tempat kerja, jamaah masjid, majlis dzikir dan sebagainya. Maka, sepeninggal orang tua, para putra dianjurkan melanjutkan hubungan dan relasi dengan sahabat-sahabat orang tuanya.
Keempat, sabda Nabi: "Wa shilatu ar-rahimi allati la rahima laka illa min qibalihima", artinya: "Melanjutkan hubungan keluarga kedua orang tua". Kerabat yang dimiliki oleh kedua orang tua harus dilanjutkan jalinan silaturrahmi kepada mereka. Dan hendaknya para orang tua memperkenalkan kerabat-kerabatnya kepada para putranya. Sebab dengan mengenal kerabat dapat mempermudah jalinan silaturrahmi. Sebagaimana Sabda Rasulullah Saw: "I'rifu ansabakum tasilu arhamaku. Fa innahu la qurba li al-rahimi idza quthi'at wa in kanat qaribatan, wa la bu'da laha idza wushilat wa in kanat ba'idatan", artinya: "Kenalilah nasabmu, maka kalian akan bersilaturrahmi. Sebab, tidak ada kerabat yang dekat bila tak ada jalinan walaupun lokasinya dekat. Dan tidak ada kerabat yang jauh jika dijalin dengan silaturrahim walaupun lokasinya jauh" (HR al-Hakim dari Ibnu Abbas dengan No 301 sanad Sahih)
Hadis ini (tentang
berbakti pada orang tua yang sudah wafat) diriwwayatkan oleh Abu Dawud (5144),
Ibnu Majah (3664), Ahmad (16103), dan al-Hakim (7260), al-Hakim mengatakan
bahwa hadis ini sanadnya sahih dan disepakati oleh adz-Dzahabi
Penutup
Sebagai akhir dari
pembahasan ini perlu dipertegas bahwa kewajiban seorang anak untuk berbakti
kepada orang tua tidak hanya berlaku ketika mereka masih hidup, namun juga
tetap diwajibkan meski mereka telah wafat. Dan diantara poin yang paling utama
adalah kewajiban mendoakan orang tua. Sebab diantara tanda anak soleh adalah
orang yang mendoakan orang tua, dan ketika masuk dalam kategori 'orang soleh',
maka yang akan dijanjikan oleh Allah Swt adalah:
"Ya Tuhan kami,
dan masukkanlah mereka ke dalam surga `Adn yang telah Engkau janjikan kepada
mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, dan
isteri-isteri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" (Ghafir: 8). Yakni mendapatkan rahmat
Allah, masuk ke dalam surga bersama keluarga yang dicintai. Amin
Diriwayatkan oleh Abu
Dawud dari Abu Usaid Malik bin Rabiah, iaberkata:"suatu hari kami
duduk-duduk bersama Rasulullah s.a.w. laludatanglah seorang lelaki dari Bani
Sulaim bertanya: Wahai Rasulullah,adakah kebaikan yang bisa aku berikan kepada
kedua orang tuaku setelahmereka meninggal dunia?". Jawab Rasulullah
s.a.w.:"Ya, sholat untuk
mereka, istighfar untuk mereka, melaksanakan janji mereka, silaturrahmiyang tidak tersambung tanpa keduanya dan memuliakan sahabat-sahabatmereka". Dalam riwayat Daru Qutni dikatakan:" Sesungguhnya termasuk kebaikan kepada dua orang tua yang telah meninggal adalah anda sholat untuk mereka bersama sholatmu, dan berpuasa untuk mereka bersama puasamu"
mereka, istighfar untuk mereka, melaksanakan janji mereka, silaturrahmiyang tidak tersambung tanpa keduanya dan memuliakan sahabat-sahabatmereka". Dalam riwayat Daru Qutni dikatakan:" Sesungguhnya termasuk kebaikan kepada dua orang tua yang telah meninggal adalah anda sholat untuk mereka bersama sholatmu, dan berpuasa untuk mereka bersama puasamu"
Langganan:
Postingan (Atom)